Wednesday, February 29, 2012

29 Februari 2012

Hari ini tepat tanggal 29 Februari tahun 2012, ingin mengucapkan selamat merayakan hari lahir bagi yang merayakannya. Seingat saya sih dari zaman sekolah dulu, saya tidak punya teman yang lahir tanggal segini. Tak apalah. Empat tahun sekali, jarang-jarang kan. Happy Birthday yaaaa.

Setiap tanggal memang istimewa jika dikaitkan dengan tanggal kelahiran seseorang, tapi tanggal 29 pada bulan Februari jadi lebih istimewa rasanya karena hanya empat tahun sekali. Mereka yang lahir pada tanggal ini, merayakan ulang tahunnya jadi tanggal 28 Februari/1 Maret mungkin pada tahun yang bukan kabisat. Entahlah, saya tidak tahu pastinya.

Karena tanggal satunya mundur, saya jadi bisa jeda sedikit sebelum menyerahkan laporan bulanan. Hehehe. Ternyata, setelah diingat-ingat masih banyak yang harus dikerjakan sebelum mengumpulkan laporan di tanggal 1 nanti. OK lah, saya kerjakan laporan dulu ya.

Name Tag

It’s not about the money money money  
We don’t need your money money money
We just wanna make the world dance
Forget about the price tag.

Loh kok malah nyanyi.

Tahu name tag kan, papan nama yang disematkan di baju seragam seseorang.

Pernah suatu waktu saya makan di restoran bersama teman-teman (Iya bukan bayar sendiri laaah, uang dari mana. Haha). Kemudian saya memesan makanan dan karena saya yang terakhir memesan, maka saya mengucapkan terima kasih pada mba manis pelayannya sambil melihat name tag dan menyebutkan namanya. Teman saya yang laki-laki nyeletuk pada saya, “Ah kamu, itu kan buat laki-laki. Mengucapkan terima kasih sambil menyebutkan nama pelayan dan kasih senyuman paling manis”. Jyaaah. Saya katakan padanya bahwa itu adalah masalah kesopanan saja, saya memang terbiasa menyebutkan nama yang membantu saya kalau dia pakai name tag.

Dan saya justru baru tahu kalo itu adalah kebiasaan laki-laki.

Imut

Karena tulisan sebelumnya membahas sebutan orang lain yang disematkan pada saya tentang ke-imut-an saya. Jahaha, PD banget. Tulisan kali ini saya ingin menyebutkan beberapa keuntungan bertubuh imut. Hehe, penting nih tulisan. 
1.     Dianggap lebih muda dari usia sebenarnya
Yah seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, semasa masuk SMA saya dikira anak SMP. Dan saat masuk kuliah, saya dikira anak SMA. Saya juga selalu dikira adik padahal sayalah si sulung. Hehe senangnya, sabar ya adikku.
2.     Buat bahan lucu-lucuan
Untuk mencairkan suasana obrolan, biasanya saya sering jadi bahan ceng-cengan. Mulai dari kalimat kamu mah bayarnya setengah, kamu mah gak diitung satu, kamu mah carinya di counter kids aja, tunggu sampai kamu besar nanti, ini khusus 18 tahun ke atas dan lain sebagainya.
3.     Masih bisa pakai baju dengan kode kids
Pernah ibu saya sengaja masuk toko khusus anak-anak dan membeli pakaian untuk saya. Mungkin baju turunan dari kakak ke adiknya adalah hal biasa. Tapi kalau saya, kebalikannya. Saya juga sering pinjam baju milik adik saya yang masih SD, habis bajunya OK punya sih.
4.     Dibilang imut
Nah ini dia yang asik, dapet sebutan imut dari yang lain. Bukan kerena wajah baby face saya tapi tinggi badan saya yang cocok dipadankan dengan kata ini. Hahaha.

Ah, sejujurnya saya mah tidak marah dapet sebutan itu, jadi bahan ceng-cengan yang lain. Biasa saja. Tak apa, tak masalah, it’s not a big deal pikirku.

Le Petit Me

Mereka bilang saya imut padahal wajahku gak ada imut-imutnya apalagi baby face. Jauuuh.

Sebutan imut untukku mungkin kata halus dari kecil, pendek dan sodara-sodaranya. Hee            -Su’uzon- sama orang-orang.

Tinggi Badanku memang tidak sampai 1,5 m alias 150 cm, hanya 141 cm. Seingatku angka segitu muncul sejak pertama ikut tes kesehatan di puskesmas dekat SMA buat daftar masuk kuliah. Dan angka itu pun selalu muncul saat saya mengukur tinggi badan untuk tes kesehatan di poliklinik kampus saat penerimaan mahasiswa baru, di puskesmas saat daftar CPNS sampai yang terakhir tes kesehatan di lembaga kesehatan untuk masuk kerja. Selalu 141, berarti gak nambah-nambah. Huhu.

Saya ingat saat pertama memasuki gerbang SMA, saya dikira mengantar kakak yang akan masuk sekolah. Saya juga dikira salah daftar masuk sekolah, karena lokasi SMP ada di sebelah SMA. Hadeuuh.

Saat saya masuk kuliah, hal yang sama terulang. Saya dikira anak SMA yang lagi jalan-jalan keliling lihat-lihat kampus.

Semasa kuliah, saya pernah jadi panitia penyambutan mahasiswa baru. Kemudian saya keliling melihat stand fakultas lain, eh saya malah dihampiri dan ditanya, “Diterima fakultas mana dek?”. 

Pernah juga saya ngobrol sama teman yang juga bertubuh sama dengan saya, kami pun dihampiri dan ditanya “Sudah daftar asrama dek?”. Jyaaah, padahal yang nanya sepertinya seumuran.

Nah, saat sudah bekerja pun saya menerima celetukan karena ke-imut-an saya ini. “Wah, kamu kalau sudah besar nanti pasti cantik”. Astaga umur sudah seperempat abad begini disebut kalau sudah besar nanti.

Seragam

Bahasa Inggrisnya adalah uniform, ah siapa yang tak tahu…

Saya sudah bekerja lebih dari 6 bulan di tempat saya bekerja saat ini (ah ga usah dikasih tahu ah di mana, hehe). Sebenarnya tulisan ini sudah ada di alam pikiran saya, ceileh kaya apaan aja. Dan tulisan ini pun terealisasi setelah saya merasa iri dengan anak baru yang baru sebulan di kantor tapi sudah berseragam. OK iri memang tanda tak mampu dan jangan ditiru ya teman, haha.

Saya gak akan membahas tentang betapa irinya saya pada anak baru yang sudah berseragam. Haha, padahal membuat tulisan ini menunjukkan ke-iri-an saya pada mereka. OK I admit it, ENVY. Hee.

Saya akan membahas beberapa sebutan bagi mereka yang tak berseragam di kantor yang pekerjanya berseragam. Sebutan ini ada yang saya alami sendiri (artinya, saya memang pernah dikira dengan sebutan di bawah ini) ada juga yang saya kira-kira sendiri menggunakan ilmu kirologi.

Berikut sebutan bagi mereka :
1.      Anak magang
Sebutan ini sebutan paling wajar bagi mereka yang tidak berseragam tetapi berada di kantor yang berseragam. Bisa anak magang atau mahasiswa magang sebutannya. Kalo siswa magang kayanya gak deh soalnya mereka yang masih siswa pakai seragam sekolah yang putih abu abu ituloh atau putih hitam.
2.      Mahasiswa
Nah sebutan yang ini masih wajar juga kok. Boleh juga ni sebutan, lumayan dianggap masih kuliah padahal sudah 3 tahun yang lalu menyelesaikan bangku kuliah (habis saya makan itu bangku. Haha).
3.      Pencari kerja
Sebutan ini masih bisa masuk di akal, wajar lah. Kantor, kemudian didatangi para pencari kerja yang berharap bisa meraih pekerjaan. Ok, sebutan ini boljug alias boleh juga.
4.      Anak dari pekerja
Nah sebutan yang terakhir ini rada aneh. OK, mungkin gak terjadi pada semua orang, maka akan saya ceritakan bahwa sebutan ini pernah disematkan pada saya.

Seperti biasa saya berjalan ke luar kantor dan menunggu angkutan umum di pos satpam. Dan seperti biasa pula saya menaiki angkutan umum berwarna merah arah Simpang Lima. Nah ini dia kejadiaannya, di dalam angkot saat seorang ibu dengan bawaan tas besar persiapan ke pasar mengajak ngobrol saya.

Ibu      : Dari kantor proyek dek?
Saya : Iya bu. (Sekedar informasi, kantor saya memang kantor proyek pembangunan sesuatu gitu deh)
Ibu      : Mahasiswa magang ya?
Dengan senyum sumringah karena dianggap masih mahasiswa saya pun menjawab,
Saya   : Bukan kok bu, saya kerja.
Ibu     : Loh kerja, saya kira tadi habis menghampiri ayahnya buat minta uang.
Saya : (hanya tertawa kecil menyerap imajinasi ibu ini yang lumayan tinggi, bisa-bisanya mengira saya begitu) hehehe.

Friday, February 17, 2012

AM

Tulisan ini berawal dari imel kawan baru -> mba Aldhila ayo blogwalking ke sana, cool site. Sepertinya gara2 tulisan yang saya pajang sebelumnya "Punya Favicon dong (Pamer..)"

Isi dari emailnya, “well meet the other AM by blogwalking.. kenalin saya AM yg lain dibelahan bumi ini.. hehehehe”

Dan saya meyakini banyak AM lainnya. So… saya pun mulai mencarinya hihi.

AM, sedikit saya jelaskan tentang AM yang saya punya. AM adalah singkatan dari nama saya Amah Majidah. Cerita abah saya (sebutan untuk ayah), beliau ingin sekali putri pertamanya kelak akan menjadi orang hebat seperti bapak-bapak berikut ini AM. Saefuddin, AM. Fatwa atau AM. Hendropriyono.

Ini (mungkin) percakapan abah saya dan petugas pembuat akte kelahiran (bukan pejabat pembuat akta tanah ya, hehehe).
Petugas : “Siapa nama anaknya pak?”
Abah    : dengan mantap menjawab “AM VIDYAH DINI” (cara membacanya a em ya bukan am)
Petugas : “AM? wah pak gak bisa disingkat harus dipanjangin. A eeeeeem gitu pak minimal” (haha bukan bukan)
Abah   : “Oh gitu ya. ya sudah dipanjangin jadi (dalam waktu sekian detik bermodal bahasa arab pas-pasan) AMAH MAJIDAH VIDYAH DINI”

Kurang lebih begitu awal mula nama saya menurut penuturan abah. (penting banget deh ni tulisan hahaha).